Bahasa & Sastra Inggris UIN SGD BDG

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Komunitas Mahasiswa sastra inggris UIN SGD BDG .

Login

Lupa password?

Gallery


Buletin dan Mading Untuk Pramuka Empty

Link Bersangkutan.

free forum

☺ your comment ☺

Kursus Online CBS Bogor

Latest topics

» Perkenalan
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptyMon Jul 08, 2013 7:54 pm by Hana Ismi Radliyatin

» Berbagi Cerita
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptyThu Jun 30, 2011 6:23 pm by zakii

» Hi apa kabar
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptyThu Jun 30, 2011 5:49 pm by Lia

» Spesialis PUISI_PUISI
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptyThu Mar 10, 2011 10:14 am by yuga anugrah

» PUISI-PUISI metafisik
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptyWed Mar 09, 2011 9:57 pm by yuga anugrah

» Copi bozz morphology
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptySun May 02, 2010 7:14 am by zakii

» Tim Teater akan tampil lagi
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptySat Apr 03, 2010 8:46 am by zakii

» Relax community BSI
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptySat Apr 03, 2010 8:43 am by zakii

» Vini Vidi Vici
Buletin dan Mading Untuk Pramuka EmptySat Apr 03, 2010 8:36 am by zakii


    Buletin dan Mading Untuk Pramuka

    mikoalonso
    mikoalonso


    Jumlah posting : 35
    Age : 37
    Lokasi : Bandung
    Registration date : 16.04.09

    Buletin dan Mading Untuk Pramuka Empty Buletin dan Mading Untuk Pramuka

    Post by mikoalonso Wed May 06, 2009 7:15 pm

    Dua hari yang lalu saya menerima telefon dari seseorang. Suaranya perempuan. Nadanya penuh semangat dan menggebu-gebu. Saya tak lama mengangkat telefon.

    “ini ma kak miko”?

    “ya.”

    “saya dari pramuka. Mu nanyain kesiapan kakak menjadi pemateri di acara Perskom Pramuka.”

    Saya tidak begitu kaget mendengarnya. Karena sebelumnya teman saya Wicak sudah bicara, bahwa tadi siang ada anak pramuka yang meminta anak suaka ngisi materi di acaranya. Wicak mendelegasikan saya sebagai pengisinya. Dan dia juga yang ngasih nomor handphone saya pada si perempuan yang berambisius di telefon itu. Belakangan namanya saya ketahui, Kokom. Wew, Sundanis banget namanya.

    “oh iya, siap. Berapa orang pesertanya”? jawab saya santai dan sedikit degdegan.

    “sekitar 30 pesertaan.”

    Wow. Benar-benar tawaran yang menantang bagi saya. Memang sih sebelumnya juga pernah ngisi materi Layout dan fotografi yang digelar oleh sebuah bulletin milik pesantren Al-ihsan, El Qolam. Tapi ya seperti biasa, rasa gugup saya suka datang tiba-tiba jika berhadapan dengan orang banyak. Hehehe. Selebihnya asik banget deh tadi pagi.

    Dua Mei 2009, malam minggu begitu sepi. Jarum jam terlihat melebihi angka pukul tujuh malam. Besok pagi saya harus benar-benar memberikan yang terbaik buat peserta diklat manajemen buletin dan mading. Sementara saya belum siapin materi sedkitpun.

    Tanpa pikir panjang, saya langsung buka file yang ada di komputer Suaka. Semua artikel tentang jurnalisme, mulai dari para penulis favorit saya, Andreas Harsono, Agus Sopian, Ahmad Yunus dan rengrengannya saya ubrak abrik. Siapa tahu ada yang nyangkut dengan tema buletin dan mading. Yuhu… saya teringat dengan kitab para jurnalis, buku yang wajib dibaca oleh seluruh wartawan di dunia ini, Sembilan Elemen Jurnalisme. Ya, buku itu tak lupa saya ambil dan masukan kedalam daftar outline.

    Merasa kurang bahan, saya langsung bergegas ke warnet. Cari bahan yang berhubungan erat dengan pengelolaan buletin dan mading.

    Waduh… mu ke warnet gimana, sementara disaku uang gak nyangkut sepeserpun. Dasar otak saya ini agak encer sedikit (hehehehe), saya langsung meluncur ke kosan Lina, bendahara Suaka buat transaksi uang. Lina, bagi saya adalah bank pribadi saya. Saya bisa P****m (maaf disensor, rahasia, hehehe) uang sama dia.

    Yes. Saya udah dapat bahan. Tinggal menyusunnya. Saya putar kaki saya ke Suaka lagi. mengetik outline buat dijadikan bahan. Sekarang malam begitu sepi. Arloji sudah berdetak ke arah jarum 11 malam. Sial benar, tidak ada tembakau buat menemani dinginnya malam ini. Tapi tumben, gak ada nyamuk malam ini.

    Seselai sudah naskah diketik. Tinggal menyimpan tenaga buat besok. Melipat mata dan merebahkan tubuh diatas kasur. Tetapi tidak empuk lagi kasurnya. Tak lupa alarm di handphone saya reset pada jam lima pagi. Saya sadar besok harus bangun se early mungkin. Lampu Suaka saya matikan. Alam sadar sudah gak terasa. ZzzzZZzzz.

    Tiga Mei, hari minggu yang cerah. Pagi ini saya pulang menuju rumah, buat persiapan ganti baju. Ditengah jalan, saya mendapati tukang bubur ayam. 10 meter sebelum gerobak tukang bubur, otak saya langsung kepikiran merogoh saku celana.

    “mang sabungkus. Bae receh mang?”

    “ah.. teu nanaon.”

    Hmmm… bubur terlihat lezat. Empat keping duit 500 saya simpan digerobaknya. Terdengar sedikit suara “cring” akibat beradunya gesekan antara duit tersebut. Saya gak sabar mencicipinya. Sekedar pengumuman saja, pagi ini saya memerawani sebagai the first buyer of the bubur at the morning.

    “pake sambel”?

    “saeutik mang.”

    Yap. Saya meneruskan perjalanan saya menuju rumah, sambil menjingjing kresek hitam berisi bubur. Harumnya menerobos rongga hidung. Saya semakin gak sabar pingin membombardir itu bubur.

    Sesampai di rumah, saya langsung bergegas mencari sebuah mangkok dan sendok. Yeaaaaah. Tanpa memikirkan dan melihat sekitar rumah. Bubur langsung saya sabet. Sendok demi sendok. Kerupuk demi kerupuk. Saya lempar ke mulut yang mulai kelaparan ini. (haha lebai)

    Setelah makan dan merasa perut bertambah, handuk langsung saya cari, dan bergegas menuju kamar mandi.

    “burr…byur..”

    Suara air begitu merdu. Hari ini saya memecahkan rekor sebagai seseorang yang mandi lebih cepat dari orang lain. Tidak nyampe 2 menit.

    Waduh, suara telefon bunyi lagi. saya curiga ini pasti Kokom. Ternyata benar dia penelfon terbanyak dua hari terahir ini.

    “kak miko udah siap. Lagi dimana”?

    “oke. Siap. Sebentar lagi nyampe kampus.”

    “oh iya makasih. Asaalamualikum.”

    “tut…tut…tut”

    Suara motor bandit begitu kencang terdengar. RX King saya kebut. Tak nyampe lima menit menuju kampus. Aula Studet Center sudah dijejali peserta. Kokom langsung menyerobot kearah muka saya.

    “ kak miko langsung kebelakang ya. Ngisi dulu curriculum vitae”

    “ oh iya “ kata saya simple.

    Pagi ini jantung berdetak agak kencang. Para peserta terlihat serius menunggu saya. Saya duduk sejenak di belakang kursi peserta. Menunggu dipanggil oleh moderator. Sebelumnya saya suruh panitia buat fotokopi bahan.

    “baiklah kita panggil pemateri kita… kak Miftahul Khoer silahkan maju kedepan.” Kata seorang moderator yang saya lupa lagi siapa namanya. Saya melangkah menuju kursi istimewa. Di depan meja ada microphone. Saya tak menyiakannya. Berjuta kata basa basi saya lontarkan. Awalnya para peserta terlihat diam-diam. Tapi saya ajak mereka dengan asik dan enjoy.

    Materi pertama saya coba menerangkan tentang apa itu pers, peran pers dan hal hal yang berkaitan dengan pers. Terutama tentang pers kampus. Sejarah penerbitan dan media era pemerintahan Suharto saya sisipkan. Bagaimana Orde baru mengkerangkeng media. Sebut saja Tempo, Detik yang dibredel saat itu.

    Para peserta manggut-manggut. Posisi duduk, saya buat senyaman mungkin, walau saya masih merasa rasa gemetar bergejolak di dada ini. Moderator di pinggir saya begitu antusias menyimak kata-kata yang terlontar dai mulut ini.

    Di depan, para peserta dengan gagah mengenakan batik yang khas. Cantik dan tampan. Saya juga pake batik, soalnya Kokom menyuruh saya pake batik. Ya sudah, batik ayah saya pake, walaupun agak bolong dikit pas di ketiak. Itu soalnya saya pake jaket. Jaket kenangan dari KKN di Sukabumi.

    “ada yang tahu gak apa itu mading”? Tanya saya memancing peserta.

    Berbagai jawaban terdengar dari mulut peserta. Yes, saya berhasil mengajak mereka berkomunikasi. Rupanya mereka sudah mulai bersemangat. Tapi kursi di sebelah kiri saya masih kosong. Mungkin belum pada datang peserta yang lainnya.

    “majalah dinding kak.” Jawab salah satu peserta antusias. Yang lainnya sama menjawab seperti itu. Namun agak terlihat malu-malu.

    Materi saya lanjutkan dengan mulai membahas bagaimana memenej atau membuat mading dan buletin. Berbagai ilmu dan pengalaman yang didapat, saya share sama peserta. Dan mereka masih manggut-manggut. Sesekali mencatat apa yang saya bicarakan.

    Yang paling pokok dalam mengelola mading dan buletin adalah disiplin dan kesungguhan. Tak sedikit para pembuat dan pengelola tidak bisa bertahan lama dengan penerbitannya. Disini peran orang media dengan loyalitas tinggi sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh para pembuat media—buletin dan mading.

    Setelah cukup materi yang saya paparkan, saya mengajak para peserta untuk membuat dua kelompok, mading dan buletin. Masing-masing harus membuat media, juga susunan pengurus dengan waktu cepat.

    Awalnya mereka masih malu-malu berbaur dengan yang lain. Tapi lama kelamaan, akhirnya aura keakraban terpancar dari masing-masing peserta. Posisi duduk melingkar. Satu orang kebagian job sendiri. Susunan pengurus sudah mereka buat. Tawa kecil terlihat. Mereka enjoy dengan materi ini.

    Moderator berbisik, waktu Cuma beberapa menit lagi. pemateri yang kedua sudah datang. Para peserta masih asik dengan kerjaannya. Saya sesekali mengasih semangat pada mereka. Mereka mulai rusuh. Terutama di kelompok mading. Mereka begitu sibuk menyusun rubrik masing-masing yang di tempel dalam sebuah mading kecil-kecilan.

    Akhirnya waktu habis. Kelompok buletin belum semuanya usai. Masih beberapa persen lagi. tim mading maju kedepan untuk memperlihatkan karyanya. Tepuk tangan begitu meriah dari semua yang hadir. Saya tersenyum bangga sekali. Kata kata terakhir, saya menugaskan para peserta untuk membuat buletin pribadi dan disetor hari rabu yang akan datang ke Suaka.

    Hari ini benar-benar hari yang menyenangkan. Saya bangga bisa berbagi ilmu dan pengalaman dengan teman-teman. Mudah-mudahan ilmu yang sekecil ini bisa bermanfaat bagi semuanya, khususnya mahasiswa UIN SGD Bandung. Semoga kalian menjadi orang yang kreatif. Terutama saya. Bisa menjadi penulis jujur dan banyak disegani orang. Amien.

    Di rumah, ketika saya sedang asik mengobrol dengan keluarga juga tetangga. Dering handphone bunyi kembali. Saya masih curiga ini pasti dari Kokom.

    “kak Miko lagi dimana”?

    “di rumah”

    “kesuaka lagi kapan. Boleh minta soft file outline yang tadi gak”?

    “oh bisa. Paling sore saya ke Suaka.” Jawab saya sederhana.

    Saya melanjutkan obrolan saya. Di rumah, Ibu-ibu tengah sibuk menyantap makan siang. Teman-teman Ibuku usai pengajian. Seperti biasa pengajian minggu pertama suka dibarengi dengan acara makan makan. Saya juga tak lupa mencoba makanan ala sunda itu. Sambal. Mentimun. Ikan asin. Krupuk dan sayur asem. Nikmat sekali. Lezat. Maknyus. Sekali lagi, benar benar hari yang menyenangkan.

    Suaka 3 Mei 2009

      Waktu sekarang Sat Apr 27, 2024 4:23 pm