13 Februari 2009 (08:30)
Hujan gerimis dipagi hari. Warga Tangsel sibuk kerja bakti memangkas rerumputan di sekitar jalan. Anak-anak kelompok 004 dengan semangat membantu warga sekitar. Beberapa peralatan seperti golok, parang dan cangkul telah sigap ditangan mereka. Saya, Agus, Nasir dan Rohman mengenakan celana pendek membantu warga.
“ieu daun hanjuang, ayeunamah geus teu laku.” Ucap sorang warga pada saya sambil membabad habis pohon yang menghalangi jalan Tangsel.
Memang, dulu banyak orang Sukabumi yang sengaja membeli pohon hanjuang. Satu batang dihargai 5000 rupiah. Itu juga tangkai pohon yang besar, sama besarnya dengan pergelangan tangan orang dewasa. Tangkainyapun harus bercabang dua, mirip ketapel.
“Tah, jang nu laku mah anu cagak dua kapungkurmah, ayeunamah nu laku teh nu laleutik.” Tambahnya seraya memegang parang. Kami melanjutkan kerja sambil bertanya-tanya seperlunya sebagai tanda mengakrabkan diri.
Jalan mulai sedikit rapih. Rumput dan pepohonan yang menghalangi jalan sudah dibabat habis. Matahari sedikit muncul menyinari. Wajah dan tubuh kami mulai basah dan berkeringat. Sesekali kami mengusap dengan lengan baju.
Jam melaju pelan. Waktunya mandi dan bergegas sholat Jum’at. Kami pamit pada pak Umin. Agus, Anas dan Rohman duluan meninggalkan lokasi jalan yang di perbaiki. Saya sedikit ngobrol dengan pak Umin tentang keberadaan sosialisasi lurah dan caleg di sini. Dan selanjutnya saya pamit pulang. Pak Umin mengiyakan. “mangga.” Pak Umin adalah ketua RT 04.
Hujan gerimis dipagi hari. Warga Tangsel sibuk kerja bakti memangkas rerumputan di sekitar jalan. Anak-anak kelompok 004 dengan semangat membantu warga sekitar. Beberapa peralatan seperti golok, parang dan cangkul telah sigap ditangan mereka. Saya, Agus, Nasir dan Rohman mengenakan celana pendek membantu warga.
“ieu daun hanjuang, ayeunamah geus teu laku.” Ucap sorang warga pada saya sambil membabad habis pohon yang menghalangi jalan Tangsel.
Memang, dulu banyak orang Sukabumi yang sengaja membeli pohon hanjuang. Satu batang dihargai 5000 rupiah. Itu juga tangkai pohon yang besar, sama besarnya dengan pergelangan tangan orang dewasa. Tangkainyapun harus bercabang dua, mirip ketapel.
“Tah, jang nu laku mah anu cagak dua kapungkurmah, ayeunamah nu laku teh nu laleutik.” Tambahnya seraya memegang parang. Kami melanjutkan kerja sambil bertanya-tanya seperlunya sebagai tanda mengakrabkan diri.
Jalan mulai sedikit rapih. Rumput dan pepohonan yang menghalangi jalan sudah dibabat habis. Matahari sedikit muncul menyinari. Wajah dan tubuh kami mulai basah dan berkeringat. Sesekali kami mengusap dengan lengan baju.
Jam melaju pelan. Waktunya mandi dan bergegas sholat Jum’at. Kami pamit pada pak Umin. Agus, Anas dan Rohman duluan meninggalkan lokasi jalan yang di perbaiki. Saya sedikit ngobrol dengan pak Umin tentang keberadaan sosialisasi lurah dan caleg di sini. Dan selanjutnya saya pamit pulang. Pak Umin mengiyakan. “mangga.” Pak Umin adalah ketua RT 04.
Mon Jul 08, 2013 7:54 pm by Hana Ismi Radliyatin
» Berbagi Cerita
Thu Jun 30, 2011 6:23 pm by zakii
» Hi apa kabar
Thu Jun 30, 2011 5:49 pm by Lia
» Spesialis PUISI_PUISI
Thu Mar 10, 2011 10:14 am by yuga anugrah
» PUISI-PUISI metafisik
Wed Mar 09, 2011 9:57 pm by yuga anugrah
» Copi bozz morphology
Sun May 02, 2010 7:14 am by zakii
» Tim Teater akan tampil lagi
Sat Apr 03, 2010 8:46 am by zakii
» Relax community BSI
Sat Apr 03, 2010 8:43 am by zakii
» Vini Vidi Vici
Sat Apr 03, 2010 8:36 am by zakii